Sukulen yang Mati

Sukulen yang Mati

Beberapa minggu lalu saya dapet komplimen berupa tanaman sukulen dalam pot mini hasil jajan di kafe dengan nominal lebih dari Rp100 ribu. Kata baristanya sih sukulen itu cukup disiram seminggu sekali agar tetap hidup. Hari itu kebetulan jadwal siram sudah tiba dan si barista bilang sukulennya memang belum disiram.

Baiklah, saya pun mulai berusaha. Sepulang dari kafe, saya menyiram sukulen tersebut sedikit demi sedikit dengan air yang ditempatkan pada sprayer. Saya sengaja cuma menyiram media tanamnya saja karena bagian daunnya tak boleh disiram menurut info dari media sosial.

Beberapa hari kemudian daun-daun sukulen paling bawah mulai layu. Orang rumah saya meyakini kalau itu adalah bagian dari reaksi adaptasi di tempat baru. Saya berusaha mempercayainya kemudian masih taat menyiraminya kurang lebih seminggu sekali. Di sisi lain, mereka nggak yakin kalau sedikit semprotan air yang hanya seminggu sekali sudah cukup untuk menghidupi si sukulen. Jadilah beberapa hari sekali mereka ikut menyemprotkan air supaya sukulen lekas tumbuh subur.

Hari demi hari berlalu. Bukannya makin besar, daun-daun sukulen makin layu lalu mati. Puncaknya adalah hari ini, ketika saya menulis di atas meja dan nggak tahan lagi melihat daun-daun yang bolong dan menghitam. Tanpa pikir panjang, sukulen naas dan potnya lekas saya lempar ke tong sampah depan rumah.

Ini bukan kali pertama saya gagal merawat sukulen. Satu atau dua tahun lalu saya pernah dapat hadiah serupa dari suatu acara di mal. Akhir kisahnya jelas gampang ditebak, sukulen pertama tersebut juga mati meskipun saya berusaha merawatnya dengan baik.

Kejadian itu membuat saya bisa berkesimpulan bahwa saya memang tak mahir merawat. Ya, merawat tanaman maupun hubungan. Sama seperti tanaman yang tetap mampus walaupun saya mati-matian merawatnya, demikian pula hubungan saya dengan orang-orang tertentu. Dulu,  saya berusaha keras mempertahankan hubungan dengan segala cara, mengiba sampai menunjukkan perilaku menyebalkan. Namun, nyatanya yang mau pergi tetaplah angkat kaki. Circle mengecil dan perlahan-lahan saya memahami bahwa beginilah hakikat hidup. Bukankah mayoritas manusia lahir sendiri dan mati sendiri?

Hubungan yang mati meskipun tidak dikehendaki merupakan suatu keniscayaan yang pasti terjadi. Ada begitu banyak bekas luka di hati, tapi tak satu pun berasal dari musuh. Sekarang saya berusaha banyak memaklumi sehingga kisah-kisah hubungan yang mati sudah mampu saya ceritakan lagi sembari tertawa. 

 

3 comments

  1. Seharusnya menggunakan tehnik sungkup, agar tanaman tetap segar dan tidak layu, lalu letakan di tempat yg teduh, hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh gitu ya, Kak Dewi.
      Nanti aku cari tau tentang teknik sungkup.
      Terima kasih sarannya ya, Kak :)

      Delete
  2. Iya mskazih jg hehe,,,🤣

    ReplyDelete