Beberapa anak memang terlahir beruntung di tengah-tengah keluarga yang cukup materi.
Sisanya lebih beruntung karena diberi hati dan tulang yang kuat untuk berusaha sendiri.
Tetap berusaha dan bersyukur kita tidak seperti mereka
yang masa depannya sudah terlihat jelas dan disusun rapi oleh orang tuanya.
Tidak semua orang beruntung punya keluarga cemara.
Ada yang hidupnya rumit karena ditakdirkan lahir di keluarga yang tidak ramah,
tinggal di rumah yang tidak bsia dijadikan tempat pulang.
Ada yang hidupnya penuh luka
karena harus menanggung beban sendirian tanpa pernah dapat dukungan.
Ujian terbesar adalah
ketika keluarga yang seharusnya jadi tempat anak berteduh
dari berbagai cobaan bagai derasnya air hujan,
tapi malah membiarkan anaknya terseret banjir kekecewaan karena keegoisan.
Mendidik seorang pria sama dengan mendidik anak manusia.
Tapi mendidik seorang wanita sama dengan mendidik sebuah keluarga.
Seperti halnya sebuah pohon layu yang bisa menyebabkan kebakaran hutan jika dibakar,
begitu pula seorang anak nakal yang bisa menghancurkan seluruh keluarga.
Keluarga tapi asing.
Tak semua keluarga pantas disebut sebagai keluarga.
tak semua rumah bisa jadi tempat pulang.
Foto keluarga itu mahal.
Tidak semua rumah memilikinya.
Orang bilang harta yang paling berharga adalah keluarga,
tapi yang jauh lebih berharga yaitu waktu bersama mereka.
Keluargaku penuh amarah dan luka.
Sejak kecil aku sudah terbiasa.
Tapi ternyata ada trauma yang membekas di dada.
Selama ini aku hanya pandai memendam bukan benar-benar baik-baik saja.
Jika orang-orang menanyakan tentang keluargamu,
apa yang bakal kamu jawab?
Aku akan menjawab keluargaku baik-baik saja, tak ada yang perlu dikhawatirkan,
dan seakan-akan aku menyatukan retakan-retakan keluargaku di depan mereka.
Mereka tak perlu tahu apa yang sedang terjadi dalam keluargaku.
Karena yang aku pahami,
manusia hanya ingin sekadar tahu tapi bukan untuk peduli.
Orang-orang yang menyusahkan dalam sebuah keluarga
biasanya adalah orang yang cerdas atau idiot.
Teman adalah keluarga yang kita pilih sendiri untuk diri kita.
Memang benar,
dunia terlalu jahat untuk kita yang memiliki keluarga yang utuh,
namun ternyata di dalamnya runtuh.
Bahkan terlihat seperti keluarga cemara,
namun nyatanya di dalam sungguh berantakan.
Jadi, ke mana kita harus pulang?
Keluargaku bisa saja diam saat direndahkan,
tapi mereka lupa orang tuaku punya anak
yang siap membabi buta untuk menginjak kepala orang yang merendahkannya.
Keluargaku utuh,
namun aku terbiasa hidup sendirian,
karakterku terbentu karena keadaan,
prinsipku dibentuk karena luka,
sainganku hanya diriku yang kemarin.
Siapa pun kamu tak perlu repot-repot menjatuhkanku karena itu sangat sia-sia.
Karena aku selalu tahu caranya berdiri kembali setelah jatuh.
Kau tahu siapa orang yang harus paling kamu waspadai?
Orang-orang terdekat, terutama keluargamu.
Ia bisa memanipulasi keadaan dan membunuh mentalmu secara perlahan-lahan.
Hidup dalam kekecewaan itu,
ketika ada keluarga yang berpura-pura baik di hadapanmu
tapi merendahkan kamu ketika di belakang.
Keluarga lengkap belum menjamin kebahagiaan.
Terkadang banyak kata kasar yang dilontarkan dari mulut mereka,
kata-kata yang seakan seperti pisau tajam yang siap menusuk hati.
Tak setiap orang mampu menahan setiap luka yang mereka alami.
Namun, aku percaya, bahwa aku mampu menjalani luka ini.
Dan luka tersakit yang pernah kurasakan
ialah memiliki keluarga namun tak dapat menyatu.
“Bagaimanapun mereka, mereka tetaplah orang tuamu,”
Kata seorang anak yang kondisi keluarganya selalu baik-baik saja.
No comments