Algoritma Manusia

Algoritma Manusia

Manusia itu rumit. Sesederhana itu.

 

Seseorang yang menyukai musim semi, bukan berarti ia membenci musim gugur.

Seseorang yang menyukai musim gugur, bukan berarti ia suka melihat bunga-bunga di taman memetik dirinya sendiri.

Seseorang yang menyukai kesunyian, bukan berarti ia membenci keramaian.

Seseorang yang menyukai keramaian, bukan berarti ia suka melihat orang lain membuat kegaduhan sesuka hati.

Selalu ada kemungkinan lain yang menghuni batas di antara satu perkara dan perkara lainnya.

 

Seseorang yang tidak membicarakan sesuatu, bukan berarti tidak ada yang ingin ia bicarakan.

Seseorang yang suka membicarakan sesuatu, juga bukan berarti tidak ada yang ia pendam.

Seseorang yang sedang tertawa, bukan berarti ia sedang tidak merasakan kesedihan.

Seseorang yang sedang merasakan kesedihan, juga tidak berarti harus menjatuhkan air mata.

Di setiap kemungkinan yang ada di antara setiap perkara, selalu ada kemungkinan yang berbeda-beda.

Di antara kemungkinan-kemungkinan yang kita temukan,

bisa saja hanya menjadi pengantar kita untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan lainnya.

 

Sebab.

Tidak semua maaf, bisa menyembuhkan luka.

Tidak semua cinta, bisa menunjukkan ketulusan.

Tidak semua air mata, tuan rumahnya perasaan.

Tidak semua ketakutan, lahir dari pikiran.

Tidak semua kesabaran, tumbuh dengan sabar.

Dan tidak semua algoritma manusia juga bekerja dengan cara yang sama.

 

Terkadang, untuk bisa memahami algoritma manusia kita harus rela memahami dan menjadi banyak hal.

Tawa dan air mata.

Burung-burung dan langit-langit.

Dan kota-kota dan kata-kata.

Dan nama-nama. Dan luka-luka.

Dan mata-mata. Dan hati-hati.

Dan omong kosong dan jutaan hal remeh-temeh lainnya.

 

Selain itu, ratusan tahun lalu,

Jalaludin rumi pernah menuliskan kata-kata ajaib.

Seolah-olah, matanya bisa menerawang kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada algoritma manusia di masa depan.

“Kemarin aku pintar, oleh karena itu aku ingin mengubah dunia.

Sekarang aku bijaksana, oleh karena itu aku hanya ingin mengubah diriku sendiri.”

Selain kata-kata itu berhasil melewati kemungkinan kemungkinan ruang dan waktu, kata-kata itu juga memberikan sedikit banyak gambaran tentang bagaimana algoritma manusia bekerja.

 

Mengubah dunia, berarti mencari kemungkinan-kemungkinan yang ada di luar diri kita sendiri.

Sedangkan mengubah diri sendiri,

berarti menciptakan kemungkinan-kemungkinan dari hal-hal yang ada dalam diri kita sendiri.

 

Sekarang pertanyaannya,

seberapa penting kita harus bisa memahami cara kerja algoritma manusia?

Penting.

Sebab sebagian besar perkara manusia lahir dari ketidakmampuan manusia membaca algoritma manusia lain.

Penting.

Sebab salah satu cara menjaga kewarasan diri sendiri, juga bisa dimulai dari belajar memahami algoritma manusia.

 

Sumber: akun Instagram @waarashati

No comments