Masa depan tidak akan datang

dengan menyalah-nyalahkan masa lalu.

 

Otak adalah organ makhluk.

Menggunakannya, adalah tanda dia manusia.

 

Sopan santun itu bahasa tubuh.

Pikiran tidak memerlukan sopan santun.

Sopan santun dalam pikiran adalah kemunafikan.

 

Cara dungu menutupi kesalahan hari ini

adalah dengan mencari-cari kesalahan orang lain kemarin.

 

Sekali lagi,

dungu itu bukan tentang “orang”,

dungu adalah soal “cara berpikir”.

 

Ijazah itu cuma tanda seseorang pernah belajar,

bukan tanda seseorang pernah berpikir.

 

Salah pilih itu sial,

bertahan dengan pilihan yang salah itu dungu.

Udah sial, dungu pula.

 

Dan dia tak paham bahwa dia tak paham.

Dan pemujanya tak paham bahwa dia tak paham.

Karena sekolam sepedunguan.

 

Percakapanlah yang memelihara peradaban.

Dendam dan kemarahan menutup percakapan.

Fanatisme mulai dari situ, mendaur ulang kejahatan.

 

Logika diajarkan bukan untuk lulus sekolah,

melainkan untuk menyempurnakan fungsi otak.

 

Jika pengetahuan adalah senjata,

maka ketidakmengertian adalah bahan peledak.

 

Seharusnya orang gila yang jadi dungu.

Yang ini terbalik:

karena terlalu dungu dia jadi gila.

 

Kritik tak mewajibkan solusi.

Masalah tak pernah baru.

Ia adalah sisa kemarin.

Yang harus baru adalah cara melihatnya.

 

Membenci artinya menolak mengerti.

Itulah tindakan paling dungu.

 

Cara menghormati badut

adalah dengan menertawakannya.

 

Kekerasan adalah potensi setiap orang.

Apalagi bila tak lega menerima yang berbeda.

 

Hukum itu kontrak akal sehat,

bukan alat dengki si dungu.

 

Mengapa kalian selalu merendahkan diri untuk mencari pujian?

Itu artinya meninggikan diri juga.

Paham?

 

Niat boleh buruk.

Itu urusan moral Anda.

Tapi berusahalah menopangnya dengan jalan pikiran yang kuat.

Paling tidak, yang buruk itu tak terlihat sekaligus dungu.

 

Gila adalah Hak Asasi Manusia.

Jika ada orang gila yang mengacau,

pasti ada orang lebih gila yang mengendalikan.