Apakah kamu mengetahui pengalaman hidup seseorang yang mirip dengan peribahasa “keluar dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya”?
Mulut Harimau dan Cerita di Dalamnya
Ada seorang anak perempuan, sebut saja namanya A. A tinggal bersama sang nenek sejak kecil karena ibu kandung A memutuskan menikah lagi dengan pria lain dan tinggal di kota sebelah. Sebenarnya, A bukan cucu kandung si nenek karena ibunya A adalah anak angkat. Jadi, A dan neneknya tidak punya hubungan sedarah.
Kendati demikian, A tinggal bersama neneknya sampai nenek wafat. Masa kecil A tidak berlangsung mulus seperti yang diketahui orang. Nenek A adalah orang yang sangat konvensional. Jika A telat pulang sekolah beberapa saat saja, maka neneknya akan mencubit paha si A keras-keras dan berteriak “Elu dari mana aja? Pulang telat sampe jam segini. Kegatelan. Abis nyabo (jual diri) ya.”
Nenek seakan tidak pernah paham bahwa
ada berbagai alasan yang mesti dimaklumi soal pulang telat. Ada guru yang tidak
mau berhenti mengajar meskipun bel pulang sudah berbunyi, ada pengumuman
sekolah yang harus ditunggu setelah jam pulang, atau ada jalanan yang macet. Jadi,
dibentak dan dipukul adalah hal lazim bagi A selama tinggal bersama nenek.
Selain itu, nenek kerap marah bila A sedang diare dan bolak-balik ke kamar
mandi saat tengah malam. Pengalaman dimarahi saat sakit membuat A jadi pribadi
yang jarang mengeluh dan tidak pernah jujur soal kondisi kesehatannya.Kalau soal metode pukulan tentu tak perlu diragukan lagi. A cukup akrab dengan jambakan, pukulan, cubitan, dan teknik pukulan lainnya. A juga pernah disiram di tempat tidur karena belum bangun pada jam 7 pagi di hari Minggu.
A tidak suka masuk sekolah di siang hari. Karena itu berarti ia harus ke pasar setiap pagi, membeli bahan-bahan makanan sesuai perintah nenek. Kadang-kadang A salah membeli sesuatu, misalnya ikan selar yang disangka ikan kembung atau pete yang dianggap kurang tua sehingga isinya sangat kecil. Jika sudah salah beli bahan makanan, nenek mengharuskan A mengganti uang yang digunakan untuk membeli bahan makanan itu. Tapi bahan makanannya tetap dimasak dan dimakan sampai habis.
Soal urusan makanan, nenek cukup perhitungan bagi dirinya sendiri maupun A. Telur di kulkas tidak pernah habis karena nenek melarang A makan telur sering-sering, bahkan tidak sampai sebulan sekali. Padahal, A sangat suka telur, telur ceplok atau telur dadar. Inilah yang membuat telur menjadi makanan mewah bagi A, makanan favoritnya ketika dewasa. Kalau untuk urusan uang jajan, A sebenarnya menerima uang jajan bulanan dari ibunya. Namun, uang jajannya justru dipegang nenek dan jarang diberikan. Waktu itu kira-kira tahun 2000-2003, A hanya mendapat jatah uang jajan sebesar Rp 5.000 per minggu. A berusaha berhemat supaya bisa punya tabungan pribadi sejumlah puluhan ribu rupiah.
Hidup bersama nenek bagaikan katak dalam tempurung. A tidak pernah diizinkan ikut lomba di luar sekolah atau kegiatan lainnya seperti study tour atau retreat. Sehingga A harus selalu berkelit dari kegiatan-kegiatan tersebut dengan alasan harus menjaga nenek yang sendirian di rumah. Orang-orang lain di luar sana selalu mengasihani nenek karena dianggap harus repot menjaga cucu sendirian ketika anaknya memilih tinggal di kota lain bersama suami baru. Maka jadilah A selalu mendapat wejangan dari kecil untuk jadi cucu berbakti yang nggak ngadi-ngadi. Harus jaga nenek dan sayang sama nenek.
Harimau Mati lalu Kisah Berlanjut ke Mulut Buaya
Saat A kelas 1 SMA, nenek meninggal karena terjatuh di kamar mandi. Akhirnya, A memutuskan hidup sendirian di Jakarta sampai masa SMU-nya selesai. Setiap akhir pekan, A dijemput ibu dan suami barunya untuk menginap di kota sebelah. Sebagian besar orang menganggap ayah tiri A sebagai orang yang baik, kaya raya, dan berpendidikan. Ok, kita sebut saja dia C supaya gampang memanggilnya. Faktanya, C adalah orang yang sangat aneh dan bisa dibilang tak pantas disebut manusia.
C merupakan seburuk-buruknya manusia yang pernah ditemui A dalam hidupnya. Ia gemar menyombongkan diri sendiri supaya terlihat kaya, pintar, dan hebat di mata orang lain. Ia pembual yang hidup dalam imajinasinya sendiri. Semua orang pasti lebih bodoh, lebih miskin, dan lebih payah di matanya. Dia adalah seorang narsistik. C memang tidak pernah melakukan kekerasan fisik kepada A dan ibunya, tetapi dia sangat lihai melakukan kekerasan psikis. Dia bisa membuat ibunya A tidak tidur semalaman karena ketakutan. Dia juga sering memutarbalikkan rekaman CCTV untuk melihat aktivitas ibunya A selama dia tidak berada di rumah. Teror demi teror tersebut bahkan membuat ibu A pernah terserang stroke tetapi kesehatannya berhasil pulih seperti sedia kala.
Orang lain pikir C kaya, punya banyak rumah. Padahal, saat sedang melarat, selembar uang pun tidak ada di dompetnya. Dia adalah orang yang boros, selalu berperilaku impulsif membeli barang-barang tak berguna jika sedang banyak uang. Sebagian besar uang C dialokasikan untuk orang tua, adik, keponakan, mantan istri, dan anak-anaknya. Mengabdi dan menjadi pasangan hidup C tidak membuat hidup ibunya A bergelimang harta. Malah harus cari utang ke mana-mana di saat orang-orang menganggap hidupnya serba enak.
Satu fakta lagi yang tidak diketahui orang soal C adalah bahwa dia seorang eksibisionis. Ya, dia gemar memperlihatkan kelaminnya kepada orang lain. Namun, dia tetap berhati-hati agar kelainan itu tidak diketahui banyak orang. Tampaknya hanya A yang jadi sasaran utamanya. Pada minggu-minggu pertama A menginap di rumahnya pasca nenek meninggal dunia, C pernah meremas payudara A dengan dalih membangunkannya dari tidur. Hal tersebut bisa dilakukan dengan lancar karena A tidak punya kamar pribadi di rumah ibunya. Kamar yang ditempati A hanya bersekat selembar tirai sehingga C leluasa keluar masuk. A yang merasa kaget lalu mengadu ke ibunya. Sang ibu melarang C untuk membangunkan A.
Bukan hanya itu saja, C juga sering meminta A memijat kakinya ketika ibu A sedang keluar kamar. Saat dipijat, C akan pelan-pelan mengeluarkan alat kelaminnya supaya bisa dilihat A. Menanggapi hal itu, biasanya A hanya pura-pura tidak lihat, menyudahi pijatannya kemudian pergi. Hal tersebut terjadi berulang kali, bukan cuma saat C minta dipijat, melainkan juga pada momen-momen lain ketika situasinya memungkinkan, misalnya ketika A dan C sedang sama-sama berada di ruang keluarga. Oleh sebab itu, A tidak heran bila ada orang tua murid C yang mengkritik tindakan pelecehan seksual yang dilakukan C kepada anaknya. A hanya bisa mengiyakan dalam hati, tanpa memihak C atau membela korbannya.
Sesaat setelah C mati (kayaknya tidak pantas disebut meninggal dunia karena kelakuannya lebih buruk dari binatang), mantan istri dan anak-anaknya menuntut warisan. Warisan yang katanya berupa beberapa unit rumah serta tanah yang ditempati A dan ibunya. Mereka tidak pernah tahu bahwa hampir semua aset tersebut bukan milik C lagi, melainkan sudah dijual kepada kakak sepupu ibunya A tetapi belum sempat balik nama. Bahkan, masih ada utang rumah sakit sejumlah hampir seratus juta yang harus dilunasi karena C dirawat selama kurang lebih 3 minggu sebelum mati.
Mengapa saya mengetahui kisah hidup A
secara detail?
Karena saya adalah A. Hanya ibu saya yang mengetahui kisah ini sebelum saya menceritakannya di blog pribadi saya. Saya mengalami kekerasan dalam keluarga saat kecil. Saya juga penyintas kekerasan seksual yang tidak pernah speakup karena relasi kuasa yang dimiliki C, bapak tiri saya. Eh, tapi saya nggak pernah menganggapnya sebagai bapak sih, saya tidak sudi. Saya hanya menganggapnya sebagai orang rumah, suami ibu saya.
Mayoritas orang yang mengenal saya menuntut
saya untuk jadi anak dan cucu yang berbakti. Cucu yang berbakti karena dibesarkan
susah payah oleh seorang nenek. Anak yang berbakti karena sudah dibiayai sekolah
oleh bapak tiri. Mereka di luar sana tidak pernah tahu persis apa yang saya
alami sejak kecil. Saya tidak butuh nasihat bertubi-tubi karena saya sudah berusaha menjalani peran-peran itu sebaik mungkin dari kecil.
Saya selalu berpikir bahwa tidak ada orang lain yang bisa menolong saya, selain diri sendiri. Selama ini saya berusaha memberikan waktu, tenaga, dan pikiran kepada orang-orang terdekat yang saya kasihi. Namun, manusia tak pernah luput dari perihal mengecewakan dan dikecewakan. Saya pasti sering mengecewakan orang lain secara sadar maupun tidak sadar. Orang-orang yang saya kasihi lantas pergi meninggalkan saya tanpa alasan yang jelas. Hingga akhirnya saya belajar untuk tidak bersandar kepada siapapun karena orang yang paling kita sayangi dan percaya bisa saja pergi meninggalkan kita. Setidaknya sekarang saya sangat bersyukur karena tidak lagi berada dalam mulut harimau atau mulut buaya. Hidup tidak pernah mulus dan sempurna, tetapi selalu ada hal-hal baik yang patut disyukuri.
No comments