Dear Ibuku sayang,
Terima
kasih banyak sudah hadir di hidupku. Dalam hidup ini, rupanya aku diberi
keistimewaan oleh Tuhan untuk memiliki ibu selain ibu kandungku. Terima kasih
atas semua cinta dan berkat yang boleh aku terima dari Ibu.
Aku
sayang Ibu. Makanya aku tidak pernah lupa kejadian-kejadian kecil sejak tahun
pertama kita bertemu. Kejadian-kejadian itu pasti tidak ada artinya bagi Ibu,
tapi sangat berkesan untukku, Bu. Ibu pasti menganggapku tak ada bedanya dengan
murid-murid yang lain. Namun, aku merasa Ibu sudah menghujaniku dengan kasih
sayang sejak aku kecil.
Tahun
demi tahun kita lewati, Ibu pasti semakin mengenalku. Aku memang punya banyak
sekali kekurangan, Bu. Jauh dari hal-hal sempurna yang sering Ibu katakan dulu.
Tak jarang kita berselisih paham tentang satu dan lain hal. Namun, percayalah,
Bu. Aku tidak punya maksud sedikit pun untuk menyakiti Ibu. Aku minta maaf
karena sering membuat Ibu kesal, marah, dan sedih. Dia Yang Maha Tahu pasti
memahami maksudku.
Bu,
aku juga tidak pernah bermaksud untuk menyudutkan, menyalahkan, atau
mengatur-atur Ibu. Kalau menurut Ibu aku semakin “menjadi-jadi” selama setahun
belakangan ini, mungkin karena aku sangat mengkhawatirkan keadaan Ibu. Aku tidak
bisa bertemu Ibu setiap hari. Jadi, aku sering mengkhawatirkan Ibu saat keadaan
di sekeliling Ibu sedang kurang baik. Jika menurut Ibu aku terlampau menekan
Ibu, aku minta maaf. Sebenarnya aku hanya tidak ingin Ibu disakiti orang lain. Tidak
ingin kebaikan Ibu yang tulus disalahgunakan oleh orang lain yang Ibu kasihi.
Dunia tidak hanya dihuni orang baik, Bu. Barangkali caraku melindungi Ibu
terasa sangat menyebalkan bagi Ibu.
Aku
punya pengalaman masa kecil yang kurang menyenangkan karena tidak tinggal bersama orang tuaku.
Ketika Ibu hadir di hidupku, aku merasa sangat dikasihi. Aku cuma tak ingin
kasih Ibu berkurang karena terbagi dengan yang lain. Banyak orang lain yang
lebih baik atau murid-murid yang lebih menyenangkan daripada aku. Barangkali
perasaan insecure ini yang membuat sikapku jadi menjengkelkan. Aku egois sekali ya. Maafkan
keegoisanku ini, Bu.
Aku
takut Ibu menjauhi aku. Takut Ibu merasa sangat terpuruk dengan masalah-masalah
yang Ibu hadapi. Aku memang tidak bisa membantu apa-apa. Jadi yang kulakukan
hanyalah memberi perhatian. Sejujurnya, aku memang iri dengan orang-orang yang
masih sering bertemu Ibu atau yang bisa bersenda gurau dengan Ibu di media
sosial. Dulu kita sering melakukannya, Bu. Menertawakan hal-hal bodoh bersama
atau bersenda gurau hingga dini hari. Aku yakin nanti kita bisa melakukannya lagi saat masalah-masalah ini sudah selesai.
Aku
hanya merindukan saat-saat itu tanpa bermaksud menekan Ibu secara berlebihan.
Aku paham kalau Ibu juga butuh waktu untuk sendiri. Ibu berhak berkomunikasi atau
memutuskan komunikasi dengan siapa pun. Aku juga harus terima kalau Ibu sedang
tak ingin berkomunikasi denganku. Hanya saja kadang-kadang aku terlalu rindu
hingga tidak bisa mengontrol perkataanku.
Semua
memang butuh proses. Aku tahu Ibu sangat terluka karena masalah-masalah ini.
Semoga Ibu lekas sembuh dari luka itu, kembali menjadi pribadi yang kuat. Aku
tahu Ibu sudah muak mendengar kata sabar. Makanya aku pun jarang mengucapkannya
di hadapan Ibu. Cepat bangkit ya, Bu. Jangan biarkan orang-orang jahat itu
tertawa karena berpikir bahwa cita-citanya sudah tercapai. Di luar sana pasti banyak
berkat baru yang menunggu Ibu.
Ibu
bilang aku tak perlu mengirim chat panjang-panjang lagi karena sulit
dipahami. Aku minta maaf ya Bu karena membuat Ibu berpikir terlalu keras. Pasti
sangat sulit dan menguras tenaga serta emosi. Boleh ya kalau aku menuliskannya
di sini saja. Supaya aku tidak mengganggu Ibu lagi dengan teks-teks panjang
itu.
Oh
iya, Bu. Sepertinya aku juga sudah menemukan cara untuk tidak mengganggu Ibu
saat aku rindu. Aku akan menuliskan hal-hal yang ingin kusampaikan kepada Ibu
di note smartphone-ku. Meskipun tidak bisa kukirimkan ke Ibu,
mudah-mudahan cara itu bisa mengurangi rinduku. Lain kali akan kucoba ketika
aku sangat merindukan Ibu.
Kalau
aku disuruh memberikan nilai untuk Ibu, tak ada angka yang bisa kugunakan untuk
membuat penilaian. Karena kasih Ibu tak terhingga dan telah menghangatkan
kehidupanku setiap hari. Ibu menunjukkan kepadaku tentang cara bersabar dan ikhlas meskipun
dengan tertatih-tatih dan kepayahan.
Dengan
atau tanpa aku, niscaya Ibu akan merasa lebih baik dan siap bangkit. Kalau
suatu saat Ibu menemukan tulisan ini, kuharap Ibu sudi membacanya sampai
selesai. Seburuk-buruknya aku, aku tetap aku yang dulu. Kasihku tidak pernah
berubah atau berkurang. Tidak pernah ada niat sedikit pun untuk meninggalkan
Ibu. Aku sedih sekali setiap kali Ibu mengira bahwa aku ingin meninggalkan Ibu.
Sekali lagi, maafkan kesalahan-kesalahanku dan terima kasih selalu memaklumiku. Jaga diri baik-baik sampai luka itu sembuh ya, Bu. I love you, Ibu.
Peluk
sayang,
Ikan Kecilmu
No comments