Dunia
ini diselimuti keteraturan. Hanya saja manusia sering kali tidak peka atau
terlena dengan apa yang sudah ada di genggamannya. Padahal, semua yang datang
pasti akan pergi. Ada tiga cara pergi yang selalu dialami, yaitu kematian,
pengkhianatan, dan mundur perlahan-lahan.
Bila
sudah tiba saatnya sesuatu atau seseorang untuk pergi, tak ada yang bisa
menahannya. Garis takdir yang akan menentukan segalanya. Sekuat apa pun manusia
berusaha, yang harus pergi tetap akan pergi dengan caranya masing-masing. Sebenarnya
kita sudah tahu segala sesuatu pasti akan pergi. Kita cuma tidak mau
mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Atau barangkali kita yang berlaku
serakah dan menginginkan semuanya.
Acap
kali sesuatu atau seseorang yang baru itu lebih bersinar, lebih memesona, lebih
istimewa, lebih segalanya dari yang lama. Kilaunya begitu terang dan
menyilaukan mata. Membuat manusia terlena dan mulai berpaling menuju yang lebih
baik. Meskipun hal-hal yang lama masih berada di belakang. Masih terus
mendukung dan memberi semangat walaupun sinarnya kalah telak dibandingkan yang
baru.
Kepergian yang Tak Perlu Ditunda
Karena
semua hal di dunia ini harus bergerak pergi, tak ada yang perlu disesali. Eh,
bukan deh. Memang tidak ada yang akan menyesali. Sebab pengganti yang baru
pasti lebih bermanfaat dan mengagumkan. Jadi, mari kita ubah sudut pandangnya.
Bahwa yang pergi juga harus memantapkan hati. Tak ada yang abadi di dunia ini.
Gunung batu yang besar saja bisa berubah bentuk. Apalagi hati manusia yang
begitu lembut. Tak semua hal bisa sejalan dengan kehendak kita. Kalau memang
harus angkat kaki, pastikan bahwa hati kita pun tidak tertinggal nun jauh di
sana.
Bahagia saat Datang, Ikhlas saat Pergi
Ikhlas
memang jadi ilmu tertinggi di dunia. Sewaktu bibir berucap ikhlas, hati belum
tentu merasakan yang sama. Kadang kala ikhlas itu perihal proses. Perjalanan
waktu tak bisa menyembuhkan. Namun, rasa ikhlas melepas akan datang seiring
berjalannya waktu.
Bila
kita bahagia saat datang, maka kita harus berusaha ikhlas saat pergi. Bukankah sesungguhnya
manusia tak pernah menggenggam apa pun?
Sebab
segala yang ada di dunia ini adalah milik-Nya. Kita bahkan tak punya hak apa
pun untuk merasa memiliki sesuatu. Hal yang bisa kita lakukan hanyalah
memberikan yang terbaik dalam hidup ini. Memberikan segala yang terbaik adalah
bentuk kesungguhan hati. Walaupun hasilnya tidak selalu dihargai atau dikenang.
Setidaknya itulah usaha terbaik yang dapat kita berikan.
Tidak
dikenang itu wajar. Karena segala memori lama kian bertumpuk sebelum akhirnya
menguap. Memori itu ibarat debu-debu halus yang mudah hilang tertiup pasir.
Tergantikan oleh memori-memori baru yang lebih menakjubkan.
Kesetiaan
itu boleh diingkari oleh kematian atau mundur pelan-pelan. Asalkan cahayanya
tidak rusak karena pengkhianatan. Sebab yang paling setia belum tentu yang
paling dihargai.
Terkadang seperti itu ya perpisahan,agak sulit untuk menerima nya
ReplyDelete