Ketika
seorang suster Katolik jatuh cinta.
Saya
tidak pernah menyangka bahwa akan ada film Indonesia yang siap mengangkat tema
sensitif tersebut. Hingga pada akhir 2018 saya menemukan trailer film
Ave Maryam di Youtube. Proses syutingnya berlangsung di tahun 2016. Dua tahun berselang, film tersebut tidak
kunjung tayang di tanah air. Padahal Ave Maryam sudah berhasil membawa pulang
beberapa penghargaan dari luar negeri.
Saya
sih cukup yakin kalau Ave Maryam belum tayang hingga akhir 2018 karena kendala
izin. Maklumlah, isu agama memang masih sangat sensitif di negeri kita. Apalagi
tentang agama Katolik yang termasuk minoritas dan kisah-kisahnya sangat amat
jarang diangkat sebagai tema film.
Tapi
saya sudah telanjur jatuh cinta sejak melihat trailer-nya. Sampai
akhirnya Ave Maryam tayang di bioskop-bioskop tanah air pada 11 April 2019.
Tepat beberapa saat sebelum peringatan minggu palma menurut tahun liturgi
gereja Katolik.
Maudy Koesnaedi Berhasil Menjadi Suster Maryam
Salah
satu yang paling menarik buat saya adalah Maudy Koesnaedi yang memerankan tokoh
Suster Maryam. Karena Maudy Koesnaedi merupakan aktris beragama Islam yang
berani menjadi tokoh utama dalam film istimewa tersebut. Maudy Koesnaedi jelas
harus mempelajari seluk beluk ibadah Katolik agar dapat memerankan Suster
Maryam secara apik.
Hasilnya?
Ternyata sangat baik.
Saya
rasa Maudy sangat cocok dengan peran Suster Maryam. Gesturnya saat adegan
beribadah dan mengurus biara sangat tepat. Tidak ada bahasa tubuh yang ganjil
atau terkesan canggung. Sosok suster Katolik yang lembut, penuh perhatian, dan
telaten bisa diinterpretasikan secara baik oleh Maudy. Sorot mata dan
ekspresinya berhasil menyiratkan bahwa kehidupan di biara sering kali terasa
membosankan. Terutama untuk dirinya yang belum terlalu tua dan harus mengurus
suster-suster lansia setiap hari.
Setiap
detail outfit ala suster juga sangat pas dengan imajinasi saya. Jam
tangan dan sepatu kulitnya deh. Saya masih inget banget sosok suster Katolik
yang mengajar di kelas waktu TK dan SD. Memang menggunakan jam tangan kulit dan
sepatu dengan model yang persis dikenakan Suster Maryam. Uhlala, sensasi
nostalgia.
Rantang is Magic
Saya
pengen ngakak saat melihat adegan Suster Maryam menitipkan rantang makanan
untuk Pastor Yosep. Rantang tersebut dititipkan kepada Dinda, gadis kecil
muslim pengantar susu yang setiap hari datang ke biara dan gereja. Kayaknya
Maudy Koesnaedi ini gak pernah lepas dari properti rantang. Berperan sebagai
Zaenab, rantang adalah properti yang paling sering dibawa Maudy Koesnaedi saat
bertemu Doel. Jadi Suster Maryam juga masih aja ngurusin rantang untuk konsumsi
Pastor. Rantang is magic. Bukti cinta dan perhatian paling konkret
walau tanpa sepatah kata apa pun.
Banyak Adegan yang Dipotong
Konon
kabarnya, cukup banyak adegan yang dipotong sehingga membuat durasi Ave Maryam
kurang dari 90 menit. Bahkan, adegan-adegan penting yang menceritakan latar
belakang Suster Maryam dan akhir cerita turut dipotong. Barangkali hal tersebut
dilakukan demi meminimalkan isu sensitif. Karena sosok Suster Maryam memiliki
latar belakang keluarga beragama Islam.
Bagian
ending film yang harusnya bisa lebih jelas malah terasa agak kabur. Karena
kesimpulan cerita hanya diperlihatkan secara simbolis. Ada lima orang suster
yang berjalan di bawah rintik gerimis dengan menggunakan payung hitam. Lalu,
adegan penutup berupa Suster Maryam menggenggam koper sambil keluar dari gereja.
Jadi
maksud ngana, ini Suster Maryam bawa-bawa koper mau pergi atau balik lagi ke
kamarnya gak jadi minggat?
Dialog yang Bikin Mikir
Katanya,
Ave Maryam memiliki salah satu ciri khas film ala festival, yaitu dialog yang
minim. Kenyataannya, dialog dalam film ini memang sangat minim. Penonton diajak
menerjemahkan jalan cerita berdasarkan ekspresi pemeran dan setiap aktivitas
yang dilakukannya. Walaupun minim dialog, keseluruhan jalan cerita sangat mudah
dipahami melalui gerak-gerik pemeran.
Salah
satu adegan yang menurut saya sangat sarat simbolis yaitu ketika Suster Maryam
dan Pastor Yosep naik mobil menuju pantai. Hari itu, Suster Maryam tidak
menggunakan kerudung untuk menutupi rambutnya. Seakan-akan menyiratkan kalau
dia menyerahkan dirinya untuk membalas cinta Pastor Yosep. Hazek!
Sekalinya
muncul dialog, biasanya dialognya bikin mikir banget. Banyak kalimat kiasan
yang disampaikan Suster Maryam, Pastor Yosep (Chicco Jericho), Suster Monic
(Tutie Kirana), Suster Mila (Olga Lydia), dan pemeran pendukung lainnya. Pokoknya,
banyak kalimat sarat makna yang cocok dijadikan quotes dari film Ave
Maryam.
Teknik Pengambilan Gambarnya Istimewa
Film
Ave Maryam memanjakan mata penonton dengan teknik pengambilan gambar yang super
istimewa. Semua adegan terlihat artistik, bahkan hingga adegan berlatar kuburan
di dalam biara sekalipun. Tone warnanya lembut dan dapat menggambarkan
suasana tahun 1998 dengan baik.
Salah
satu adegan favorit saya yaitu Suster Maryam menuruni tangga saat pertama kali
melihat Pastor Yosep memimpin latihan orkestra. Sudut pengambilan gambarnya
mengutamakan nuansa gereja yang megah. Tanpa sepatah kata pun, adegan tersebut
menjelaskan isi hati Suster Maryam yang mulai kagum dengan sosok Pastor Yosep.
Beberapa Kekurangan dalam Ave Maryam
Ave
Maryam juga tak luput dari beberapa kekurangan di sana sini. Salah satu yang
paling susah dimengerti adalah sikap Suster Monic yang dingin terhadap Suster
Maryam. Tak ada pengantar yang menjelaskan mengenai karakter Suster Monic.
Pokoknya orangnya udah horor sejak pertama kali tiba di biara.
Saya
juga gak ngerti dengan gaya rambut Pastor Yosep yang lepek dan acak-acakan.
Gondrong sih iya-iya aja. Ya tapi gak sampe lepek juga dong. Padahal Pastor
biasanya identik dengan penampilan rapi. Adegan lainnya yang bikin mikir adalah
kue ulang tahun yang disimpan Pastor Yosep di bagasi mobil. Itu beli kue ulang
tahun harus banget gak pake dus ya, Pak?
Lagian
kuenya kok gak hancur selama perjalanan mendaki gunung lewati lembah begitu.
Pas turun dari mobil, tau-tau kuenya udah tinggal nyomot di bagasi mobil.
Selain itu, pantai sepi yang menjadi salah satu latar tempat juga tidak
berangin seperti pantai-pantai pada umumnya. Di pantai tuh boro-boro mau
nyalain lilin kue ulang tahun. Rambut aja gak bakal bisa rapi, ketiup angin
melulu.
Terlepas
dari segala kelebihan dan kekurangannya, Ave Maryam adalah film yang layak
ditonton siapa pun. Karena mengangkat tema yang sangat realistis tetapi kerap
dianggap tabu untuk dibahas. Saya sih pengen banget bisa nonton versi full tanpa
pemotongan adegannya. Setiap adegan dalam Ave Maryam menggambarkan sisi
estetika yang tidak ada di film lain. Setelah sukses jadi Suster Maryam, Maudy
Koesnaedi akan memerankan sosok apa lagi ya?
No comments