Pernah
merasa aneh karena teman kita makin sedikit jumlahnya?
Tak
masalah kok. Hampir semua orang mengalami hal ini. Ketika kita dewasa, jumlah
teman kita terus berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Hingga akhirnya
menyisakan beberapa sahabat yang benar-benar berkomunikasi secara intensif dengan
kita.
Sebuah
studi yang diterbitkan di British Journal of Psychology menyatakan bahwa
semakin banyak jumlah orang yang ada di suatu lingkungan, maka lingkungan
tersebut akan semakin tidak bahagia. Inilah yang menyebabkan orang-orang cerdas
cenderung tidak suka terlibat dalam sebuah pergaulan yang terlalu besar.
Persahabatan berkualitas dengan beberapa orang sudah lebih dari cukup untuk
melengkapi kebahagiaan hidup.
Less friends, less conflict.
Biasanya
jumlah sahabat akan mulai berkurang secara alami saat kita sudah tamat sekolah.
Sepuluh penyebab yang bikin kita jarang ketemu teman ini sering kita jadikan biang
keladi. Padahal sebenarnya bukan penyebab-penyebab itu yang harus disalahkan. Hanya
kita saja yang tidak bisa menerima realita di hadapan kita.
Sibuk Kerja (Ini alasan paling klasik.)
Hampir
semua orang pasti menggunakan jawaban ini ketika ditanya,
“Kok
udah lama sih gak ikut ngumpul bareng kita?”
Iya,
sibuk kerja itu alasan paling klasik. The
greatest reason of all time. Sebenarnya sih bukan kesibukannya yang jadi
alasan utama, melainkan rasa lelah yang timbul akibat rutinitas. Lelah
menyelesaikan tumpukan pekerjaan di kantor, lelah berada di tengah kemacetan,
dan lelah harus menuruti kemauan banyak orang. Di sela-sela waktu senggang atau
saat liburan, rasanya jadi mager kalau harus bepergian lagi.
Memang Sifatnya Introvert dari Lahir
Spesies
manusia yang satu ini punya sifat introvert sejak lahir. Introvert itu bukan
pemalu lo, ya. Jadi, pada dasarnya dia memang senang sendirian. Ada energi
positif yang bisa didapatkan dari kesendirian tersebut. Kalau dulu kita rutin
melihat dia di sekolah setiap hari, ya itu karena belajar di sekolah adalah
kewajibannya. Dia harus menuntaskan kewajiban itu sebelum namanya dicoret dari
Kartu Keluarga karena orang tuanya murka.
Nah,
kalau sudah tamat sekolah, dia jadi lebih leluasa mengatur hidupnya. Dia juga
bisa menghilang dari peredaran dan bebas menjadi dirinya sendiri.
Teman Kita Ada yang Makan Teman
Fenomena
teman makan teman adalah salah satu hal paling menyakitkan dalam pergaulan.
Siapa sih yang sudi ketemu teman yang sudah berkhianat. Bentuk pengkhianatannya
sih bisa macam-macam. Mulai dari merebut pacar, adu domba, hingga menjerumuskan
ke hal-hal negatif.
Rasanya
pasti muak sekali jika harus berhadapan dengan teman yang tidak tahu diri.
Teman yang melukai kita tetapi malah menganggap bahwa kita adalah orang yang
zalim. Alangkah lebih baik jika kita yang menyingkir daripada harus menambah
dosa. Konflik yang diketahui oleh teman-teman lain hanya akan jadi bahan gosip
hangat yang dibahas di group chat selama
berhari-hari.
Ada yang Sudah Berumah Tangga
Teman-teman
yang sudah berumah tangga pasti tidak terlalu leluasa untuk ngumpul-ngumpul
seperti dulu. Yang perempuan wajib minta izin suaminya sebelum pergi. Sementara
itu, yang laki-laki juga lebih sering sibuk membantu istri atau menjaga anak
saat punya waktu senggang. Iya, pokoknya gitu deh.
Kesibukan-kesibukan
yang seperti ini juga mulai menular ke kalangan teman yang sudah punya pacar. Soalnya pacar harus jadi
prioritas dong. Kalau tiba-tiba diputusin baru deh cari-cari teman. Curhat
sambil mewek sepanjang malam. Pas masih adem ayem sih, boro-boro inget teman. Upload Instastory sama pacar sih bisa,
tetapi kalau balas chat teman yang
sudah berhari-hari mah gak ada waktu.
Sudah Punya Teman Baru yang Lebih Asyik
Teman
baru di lingkungan kerja sering kali dianggap lebih asyik daripada teman-teman
sekolah. Karena teman baru ini nyambung diajak ngomong apa pun soal topik
kerjaan sampai topik hura-hura. Teman di tempat kerja juga lebih gampang diajak
hangout atau nge-gym bareng sepulang kerja. Anggapan seperti ini sebenarnya juga
kita alami ketika sekolah dulu. Ketemu setiap hari selama beberapa jam bikin
kita jadi akrab dan nyaman sama teman-teman main kita di sekolah. Semua kembali
lagi pada komunikasi dan cara menjaga kedekatan hati.
Obrolan Sudah Semakin Gak Nyambung
Sekolah
di tempat yang sama atau kuliah di jurusan yang sama tak menjamin kalau kita
akan selalu nyambung sama teman. Setelah tamat sekolah, kita pasti berada di
lingkungan yang berbeda-beda. Terpisah dari teman-teman yang sudah kita kenal
sejak kecil. Perbedaan ini membuat kita berada di lingkungan baru yang akan
berpengaruh pada pola pikir kita. Saat ketemu lagi dengan teman-teman lama,
obrolannya jadi sudah semakin gak nyambung.
Mereka
yang kerjanya di bank sih sibuk ngobrolin life
hack kartu kredit biar pengeluarannya gak jebol. Ada juga yang suka
ngobrolin wisata kuliner atau tren fashion
yang lagi hits. Daripada cuma melongo-melongo bloon pas ketemuan, lebih
nyaman kalau gak usah ketemu kan?
Ada Perbedaan Kasta
Seasyik-asyiknya
lingkungan pergaulan kita, perbedaan kasta akan tetap ada. Pasti ada teman yang
sering keluar negeri karena gajinya besar, ada yang bisnisnya maju, dan ada
juga yang selalu ngeluh bokek sampai kehabisan uang. Perbedaan kasta seperti in
biasanya juga menyebabkan topik obrolan jadi gak nyambung. Kejadiannya akan
lebih parah lagi kalau teman-teman yang mapan mulai memperlihatkan sikap
sombong dan sok eksklusif.
Sebenarnya
ngana ngajak ketemuan buat main sama-sama atau mau pamer doang sih?
Kita Cuma Dicari-cari Kalau Ada Maunya Aja
Bukannya
mau suudzon sama teman yang bekerja
sebagai sales asuransi. Namun survei
memang membuktikan kalau teman yang kerja di bidang asuransi sering ngajak
ketemuan kalau ada maunya aja. Biasanya sih mau nawarin asuransi dan berharap
kita jadi nasabahnya. Teman yang modelnya seperti ini bukan hanya membuang
waktu, tetapi juga bisa bikin kita boros. Mereka ngajak ketemuan dan makan di
restoran bukannya mau traktir. Ujung-ujungnya kita tetap harus bayar makanan
masing-masing.
Tak
cuma teman yang kerja di bidang asuransi, teman yang suka ngutang juga tipe
teman yang rajin nyariin kita kalau ada maunya aja. Setelah dikasih pinjam
uang, teman-teman model begini sering kali pergi tanpa pesan.
Manis di bibir memutar kata.
Malah kau tuduh akulah segala penyebabnya.
Udah,
bacanya gak usah sambil nyanyi ya. Jadi ketauan tuanya kan…
Teman Kita Sekarang Gabung sama MLM
Jenis
teman yang satu ini kerap digolongkan ke dalam kelompok teman kampret. Hampir
sama seperti teman yang bekerja di bidang asuransi, teman yang gabung sama Multi Level Marketing (MLM) biasanya juga getol menjaring downline baru. Istilahnya sih
“diprospek”. Kita bakal diiming-imingi dengan hal menggiurkan seperti gaji
puluhan juta, kerja santai, jalan-jalan dengan kapal pesiar, dan berbagai
kemewahan lainnya. Padahal dia sendiri aja belum ngerasain faedah dari
pekerjaan yang dijalaninya. Tapi dia malah semangat banget ngajak orang lain
dengan iming-iming kayak gitu.
Teman-teman
model begini biasanya jadi bahan ledekan teman lain waktu ketemuan atau waktu
ngobrol di group chat. Biarpun
diledek, dia akan tetap gigih mengejar calon downline-nya. Pokoknya dia menganggap pekerjaan dia udah di jalur
yang paling benar. Teman-teman lain yang belum jadi downline-nya pasti salah semua. Titik.
Ada yang Sikapnya Jadi Fanatik
Teman
yang tiba-tiba jadi fanatik dengan agamanya setelah tamat sekolah memang
jarang. Tetapi bukan berarti tidak ada lo. Kita gak tau sih apa yang terjadi
dengan dia. Mungkin dia sempat kena aliran arus listrik tegangan tinggi yang
bikin pandangan hidupnya berubah. Padahal dulu dia baik-baik aja main bareng
sama kita. Orangnya juga asyik-asyik aja. Namun semua berubah seiring dengan
berjalannya waktu. Sekarang, kita kenal dia sebagai kelompok ekstremis soal
urusan bela agama. Kita yang agamanya beda sama dia dianggap kafir dan mulai
dijauhi.
Iya,
iya. Kamu suci dan maha benar dengan segala pengetahuanmu. Sedangkan aku hanya
makhluk berlumur dosa.
Semua
orang pasti punya alasannya sendiri untuk bertemu atau tidak bertemu dengan
teman-temannya. Kita memang orang dewasa yang butuh sahabat untuk menemani
perjalanan hidup kita. Namun hendaknya kita juga bisa membedakan mana sahabat
yang benar-benar baik dan mana yang lebih sering membebani kita.
Biarkan
waktu yang nanti membuktikan ketulusan sahabat-sahabat kita. Karena seribu
tangan yang bertepuk tangan untuk kesuksesan kita tak lebih mulia daripada satu
tangan yang menolong kita saat terjatuh.
No comments