Saya
masih ingat dengan jelas mengenai rincian peristiwa itu. Ketika saya baru saja
lulus kuliah dan masih jadi pengangguran. Nasib dan isi kantong yang tak
menentu karena belum mendapatkan pekerjaan tetap. Saat itu, saya sudah mulai
menjadi penulis freelance dengan
bayaran yang sangat murah. Satu artikel bahkan tak bisa untuk membayar sepiring
gado-gado.
Namun
ternyata pekerjaan itulah yang saya tekuni sampai sekarang. Sebuah pekerjaan
yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Pekerjaan yang juga membawa saya
berusaha meraih mimpi-mimpi kecil agar lekas jadi kenyataan.
Penipu Online Itu Motivator Sejati Bagi Saya
Kalau ditanya tentang sosok motivator yang saya kagumi, jawabannya tentu saja
bukan Mario Teguh, Merry Riana, atau yang lainnya. Bagi saya, motivator adalah
mereka yang berada di sekeliling saya. Mereka yang langsung memberikan
pelajaran hidup bagi saya sekalipun kami tak saling kenal. Salah satu yang
paling hebat adalah penipu online yang
berkeliaran di marketplace.
Kala
itu, saya tertegun saat menelusuri daftar mobil bekas di salah satu marketplace terbesar di tanah air. Bayangkan
saja, orang bodoh mana yang tak tergiur melihat Honda Civic Nova dua pintu
dengan harga 15 jutaan saja. Memang sih tipe mobil itu termasuk salah satu
mobil jadul yang sudah tak ada versi barunya. Namun tetap saja, harganya hanya
15 juta rupiah. Bentuk mobilnya keren banget, spesifikasinya terbilang
sempurna, dan velg-nya pun racing.
Sebenarnya
saya hanya iseng melihat-lihat saja. Belum ada keinginan yang benar-benar kuat
untuk membeli mobil bekas. Tetapi tak dapat dipungkiri kalau sejak saat itu
saya mulai termotivasi untuk giat bekerja. Mengumpulkan uang supaya bisa segera
membeli mobil pertama, begitu pikir saya.
Tuhan Tahu, Tapi Menunggu
Akhir
tahun 2015, ibu saya jatuh sakit dengan kondisi yang cukup parah. Suaminya baru
saja menjual mobil untuk melunasi tagihan kartu kredit. Kondisi kesehatan ibu
membuat saya merasa agak kebingungan. Bolak-balik kontrol ke rumah sakit pasti
akan merepotkan bila tak ada mobil pribadi di rumah. Isi kantong saya tampaknya
cukup untuk membeli Honda Civic Nova yang kece nan murah itu. Rupanya Tuhan
tahu, tapi menunggu. Menunggu waktu yang tepat sewaktu saya benar-benar
membutuhkan mobil.
Saya
pun mulai menghubungi penjual mobil bekas di marketplace itu satu per satu. Jelas terdengar bahwa ibu-ibu yang
mengangkat telepon itu berlogat Batak. Bukannya mempersilakan saya berkunjung
untuk melihat mobil secara langsung, dia malah menyuruh saya menyetorkan sejumlah
uang muka. Katanya untuk tanda jadi, karena sudah banyak yang menawar mobil
itu. Ah sudahlah, saya memang lagi kepepet tetapi saya tidak sebegitu bodohnya.
Setelah menelepon tiga hingga empat penjual mobil dengan tipe yang sama,
barulah saya makin menyadari kalau mobil tipe itu dengan harga belasan juta
hanyalah kedok untuk menipu.
Pagi
itu, tanggal 13 Januari 2015, suami ibu saya pergi bersama temannya dari pagi. Mereka
mengunjungi rumah seorang pemilik mobil bekas tipe Toyota Starlet. Mobil
tersebut ternyata memiliki kualitas yang cukup baik. Sehingga saya disuruh
cepat-cepat menyelesaikan proses pembayarannya. Celakanya, harga mobil itu jauh
jauh jauh di atas perkiraan saya. Tentu saja jauh dari 15 juta rupiah.
Akhirnya,
ibu saya menggadaikan emasnya untuk menggenapi uang tabungan saya. Hari itu
juga, saya berjodoh dengan dia. Toyota Starlet warna merah maroon produksi tahun 1990. Warna merah sungguh bukan warna favorit
saya. Namun saya membelinya dengan senang hati, dengan uang hasil keringat saya
sendiri. Asalkan mobil itu layak pakai dan tidak merepotkan, itu sudah lebih
dari cukup bagi saya.
Beberapa
bulan kemudian, saya berhasil menebus emas ibu saya yang digadaikan untuk
membeli si merah. Lega sekali rasanya. Utang pertama saya yang nominalnya cukup
besar akhirnya berhasil saya lunasi secara lancar.
Selama
hampir tiga tahun bersama, si merah turut mewarnai perjalanan hidup saya. Mobil
pertama yang umurnya lebih tua dari saya ini adalah teman setia ketika saya
belajar mengemudikan mobil. Bentuk yang mungil membuatnya nyaman dikendarai di
jalanan macet. Spare part-nya pun
masih mudah ditemukan di bengkel. Beberapa perbaikan mesin dan komponen lainnya
bisa berlangsung lancar karena ketersediaan spare
part-nya memadai.
Jodoh Kita Selesai Sampai di Sini
Sejak
pertengahan tahun 2017, saya mulai berniat menjual si merah. Karena saya
sebenarnya jarang bepergian. Sayang sekali kalau si merah hanya teronggok di
garasi. Kualitas mesinnya juga akan menurun jika jarang digunakan.
Sebenarnya
ada rasa berat melepas mobil pertama saya ke tangan orang lain. Tetapi kini
saya paham bahwa mobil bukanlah objek investasi. Nilainya akan terus merosot jika
saya bersikeras mempertahankannya di halaman rumah. Keberadaan ojek online dan taksi online kini mempermudah saya bila ingin bepergian. Sebab pada
dasarnya saya bukan orang yang senang mengemudikan mobil sendiri saat
bepergian.
Sudah
cukup banyak orang yang melihat, test
drive, dan menawar si merah. Hingga hari ini, 7 November 2017, si merah
resmi berpindah tangan ke orang lain. Saya melepasnya tepat pada harga yang
saya inginkan dan tepat pada waktu yang saya inginkan. Sehingga saya tidak
perlu memperpanjang pajak si merah untuk satu tahun ke depan.
Terima
kasih banyak untuk kebersamaan kita selama hampir 3 tahun ini.
Baik-baiklah
dengan pemilikmu yang baru. Jangan merepotkan dan jangan mogok di tengah jalan.
Kamu
sudah memberikan banyak pelajaran hidup yang baru. Kini, saya bukan lagi saya
seperti 3 tahun lalu. Bukan lagi anak muda naif yang bermimpi punya mobil keren
dengan harga belasan juta.
No comments