Aku
tahu bebanmu berat.
Berat
sekali.
Ibarat
memikul beban berat seraya berjalan melewati air. Kaki sudah terbebani oleh
arus air yang deras. Ditambah lagi beban berat yang harus dibawa di pundak.
Namun
kamu selalu mengatakan kalau aku tak memahamimu. Tak masalah. Barangkali
kadang-kadang kamu lupa tentang “99%” yang kita punya. Tentang anugerah besar yang
sudah Dia berikan kepada kita.
Mungkin
kamu benar. Tak banyak yang bisa membantumu memikul beban itu. Kalaupun ada
yang bisa, masih jauh lebih banyak beban yang mesti kamu tanggung dibandingkan
dengan yang kami bantu. Lelah dan mengeluh itu wajar. Sangat manusiawi.
Lampiaskanlah rasa lelahmu. Supaya kamu punya tenaga untuk kembali memikul
beban itu pada hari-hari selanjutnya.
Beban-beban
itu mengajarkanmu untuk berbagi dan beristirahat sejenak. Kami yang kamu kasihi
tak akan menolak membantumu menuntaskan beban-beban itu. Ingatlah kalau kamu
punya banyak berkat yang tidak dimiliki orang lain. Limpahan berkat yang begitu
indah dan selalu datang di saat yang tepat.
Bila
kamu lelah, beristirahatlah sejenak. Rasa lelah itu akan terasa ringan bila
kamu beristirahat, tetapi bukan untuk berhenti selamanya. Banyak yang
menggantungkan harapan di pundakmu. Karena mereka yakin kalau kamu dan dia
pasti bisa mewujudkannya. Mudah-mudahan jalan yang terjal dan berliku tak
lantas menyurutkan semangat dan perjuanganmu. Niscaya semakin lama, kamu akan
semakin terbiasa dengan beban tersebut. Kamu tentu tak lupa kan kalau dulu kamu
dan dia juga memulainya dengan susah payah dan berurai air mata?
Saat
kamu sedih, aku juga. Bahkan bukan cuma aku, mereka pun ikut sedih dan
khawatir. Sedih melihat kamu meratapi bebanmu. Sedih melihatmu seakan jatuh
tersungkur sampai tak bisa menunjukkan senyum lagi. Sedih karena merasa tak
dapat banyak membantu.
Aku
tahu kamu bijaksana. Jadi, mohon jangan menjauh dari kami yang menyayangimu.
Kami yang ingin membantu malah tak punya daya sewaktu kamu menarik diri. Mohon
jangan buat keputusan saat hatimu sedang sangat sedih atau kelewat gembira. Keputusan
yang bijaksana cuma bisa dihasilkan oleh pikiran yang tenang.
Bukan. Aku bukan sedang menasihatimu. Monolog ini aku buat hanya demi melegakan hatiku. Agar aku punya kesempatan menuliskan hal-hal yang tak bisa kusampaikan langsung kepadamu.
Lagu
Tulus yang satu ini aku temukan tadi pagi, saat aku membuka Youtube sambil
menyelesaikan pekerjaan. Sejak pertama kali mendengarnya, aku langsung jatuh
hati. Hari ini, kuputar lagu itu berkali-kali. Lebih dari 15 kali. Mewakili isi
hatiku setiap kali aku mendapatkan “sinyal” darimu. Aku tahu kamu tidak berusaha
mengirimkannya. Meski banal, aku bukannya tak peka merasakan keresahan hatimu.
“Bila aku pegang kendali penuh pada cahaya.Aku pastikan jalanmu terang.”
Jangankan
jadi cahaya untuk menerangi jalanmu, jadi manusia biasa saja aku punya banyak
kekurangan di sana-sini. Namun seperti salah satu kalimat dalam lirik lagu itu,
semampuku kau akrab dengan senyum dan tawa. Jangan pernah berpikir bahwa aku
akan meninggalkanmu. Sebab aku selalu butuh kasih sayang dan doa-doa tulus yang
kau daraskan untukku. Kita manusia biasa. Kita sama-sama belajar dan saling
mendukung.
Jalani
takdirmu dengan baik. Kamu tak bisa menentukan takdirmu sendiri, tetapi kamu
bisa menentukan akan seperti apa dirimu di masa depan.
Aku
ingin kau kembali bisa, percaya pada diri dan mampumu.
Semoga
kamu mengerti. Semoga di lain hari jangan lagi kau bilang aku yang tidak
mengerti.
No comments