Ada
satu kisah yang tidak pernah bisa kulupakan dari acara perpisahan SMU-ku di
tahun 2009. Saat itu aku dan teman-teman sekamarku sempat bersenda gurau
tentang acara malam perpisahan. Kami berkelakar bahwa kami tidak akan menangis
tersedu-sedu seperti murid-murid angkatan sebelumnya.
Malam
perpisahan pun tiba. Aku masih jemawa menyalami bapak ibu guruku. Satu per satu
kusalami, ada beberapa yang mencium pipi kiri dan kananku. Sampai pada akhirnya
di ujung barisan, ada guru bahasa Indonesiaku yang bergegas menyambut
jabat tanganku. Bapak guruku itu menyalamiku seraya berkata, “Mel, kamu itu harapan semua orang.”
Usai
bersalaman dengan beliau dan mengucapkan terima kasih kepadanya, aku mulai
menangis. Tidak menangis terisak-isak, melainkan mulai merasa terharu karena
kalimat bapak guruku itu. Ketika sekarang aku merenungkan semua hal yang sudah
kulalui selama ini, aku sadar bahwa Sang Maha Kasih membimbingku melalui
perantaraan orang-orang yang kukasihi. Dia bahkan mengirimkan kalian untuk
mendampingi hari-hariku sampai detik ini.
Jauh
sebelum aku menjadi harapan bagi banyak orang, aku cuma anak kecil biasa. Aku
bagaikan remah nasi yang menempel di pakaian, begitu kecil dan tak berarti. Aku
tak pernah berani bermimpi setinggi langit untuk meraih cita-citaku. Biasanya
cita-cita itu aku ucapkan ketika ada yang bertanya. Sekaligus sebagai pemacu
semangat bagi diriku sendiri.
Semesta
membawaku bertemu dengan kalian berdua. Sosok pembimbing yang begitu hebat dan
penuh dedikasi. Hari-hari bersama kalian adalah selalu menjadi hal yang sangat
menyenangkan. Kalian mencurahkan kasih sayang dan ilmu pengetahuan kepadaku dan
murid-murid lain. Seperti pemilik kebun yang setia menyirami bibit-bibit bunga kesayangannya.
Saat aku sedang sedih atau mengalami kesulitan, kalian akan segera membantuku dengan
segenap daya yang kalian miliki. Barangkali kalian sudah lupa dengan hal-hal
kecil tersebut. Namun bagiku, ingatan masa kecil itulah yang senantiasa
membawaku kembali kepada kalian.
Kini
aku sudah dewasa. Cita-cita menjadi dokter itu memang tidak berhasil kugapai.
Tetapi kuharap kalian tetap berbangga hati melihat aku yang hari ini bersama
dengan kalian. Hari ini aku mendengar cerita kalian. Cerita yang hampir sama
dengan hal yang pernah terjadi padaku dulu. Bibit-bibit bunga yang kalian
besarkan dengan kasih sayang terancam kehilangan harapannya untuk bertumbuh
bernas dan indah. Hal ini tak lantas membuat kalian menyerah begitu saja. Karena
kalian masih mengusahakan pertolongan terbaik, persis seperti pertolongan yang
kalian berikan kepadaku beberapa belas tahun lalu.
Bu,
tetaplah setia menyirami bibit-bibit bunga itu dengan kasih sayangmu. Rawatlah
mereka sepenuh hati seperti yang kamu lakukan kepadaku. Jikalau mereka tampak agak
layu karena cobaan hidupnya, naungi mereka dengan kesejukan nasihatmu. Jangan
lupa menaburkan pupuk yang kalian sebut budi pekerti dan ketulusan hati. Agar
mereka bisa berkembang menjadi sosok sebaik dan sehebat kalian.
Nanti
akan tiba waktunya melihat bibit-bibit bungamu tumbuh menjadi bunga-bunga indah
yang menghiasi dunia. Yakinlah bahwa semesta akan selalu mendukung kita untuk
mewujudkan hal-hal baik. Sebab semesta selalu punya jalan yang tidak kita
sangka-sangka. Izinkan aku mendampingi kalian yang kini menjadi pembimbing
sekaligus pemimpin. Jangan biarkan orang lain mengusik usaha dan harapan kita. Mari mengerahkan segenap tenaga demi mewujudkan cita-cita luhur yang sudah lama
kalian impikan.
Salam
sayang dan hormat selalu dari aku, putrimu.
No comments