Kapal besar itu belum
berangkat. Belum pula melepas sauh yang ditambatkan di bibir pantai. Tetapi
aroma persaingan sengit sudah semakin terasa. Sebuah perselisihan panas antara
kalian dan para penguasa. Pun halnya antara kalian dan para awak kapal yang punya perbedaan persepsi.
Tidak semua pihak senang
hatinya karena kepemimpinan kalian. Beberapa tak pernah bosan menggerutu dan
mengomentari kerja nakhoda dan pendampingnya. Sementara yang lainnya malah
berteriak-teriak ingin menggerakkan kapal dengan caranya sendiri.
Awak kapal yang pernah
berkesempatan menjadi nakhoda mungkin tidak sadar. Kalau ternyata caranya
mengemudikan kapal dulu bukanlah cara terbaik. Bisa jadi dia terlalu lama
menikmati empuknya kursi nakhoda. Berada di balik kemudi kapal selama beberapa
tahun membuat dia lupa caranya jadi awak kapal kembali.
Nakhoda dan pendampingnya
yang baru harus punya kesabaran seluas samudra. Kesabaran tak berkesudahan
sewaktu menghadapi lika-liku dan tantangan dari awak kapal. Mengambil alih
kemudi kapal dari sang mantan nakhoda mesti pelan-pelan. Supaya sang mantan
nakhoda tidak lantas murka dan menghentakkan kemudi ke sembarang arah. Hentakan
kemudi tak tentu arah bisa membuat kapal kian terombang-ambing. Atau bahkan
menabrak gunung es besar di tengah laut.
Injaklah gas dan rem pada
waktu yang tepat. Supaya kapal tidak kehabisan bahan bakar atau diam terlalu
lama di tengah lautan. Sambil menyeimbangkan gas dan rem, jangan lupa melempar
pandangan ke segala penjuru. Sehingga bahaya yang makin mendekat bisa lekas
dihindari.
Semua orang yang ada di kapal
pasti menginginkan keselamatan perjalanan. Hingga akhirnya mendarat di tempat
tujuan. Keselamatan itu bukan cuma perihal raga yang tampak bugar. Namun juga
soal hati yang nyaman dan bahagia. Itulah yang menjadikan tugas nakhoda dan
pendampingnya bertambah berat. Karena melayani hati nyatanya tidak semudah melayani
raga.
Kelak pasti ada banyak
konflik di tengah perjalanan. Yang akhirnya menyulut emosi dan mencabik-cabik
ketegaran hati kalian. Hendaknya kalian, nakhoda dan pendampingnya, selalu
saling menguatkan. Agar perjalanan mengarungi lautan tidak terganggu oleh
riak-riak kecil maupun gelombang besar. Meski raga dan akal budi kalian sempat
melemah, ingatlah selalu tentang mereka yang menghendaki keselamatan di bawah
kendali kalian.
Ketika kalian berdua berhasil
membawa kapal besar tersebut tepat ke tujuannya, maka saat itulah kalian
mereguk manisnya keberhasilan. Kalian menjelma jadi sosok yang membuktikan pada
dunia. Bahwa di tangan kalian, kapal yang sering oleng itu nyatanya
mampu mengarungi badai.
Laut yang tenang tidak akan
menciptakan nakhoda yang andal. Berjanjilah untuk bertahan. Setelah kalian mantap memutuskan
untuk memegang kendali. Harapanku untuk bisa menatap senyum kemenangan kalian di seberang dermaga sana, semoga segera kalian kabulkan.
No comments