Alkisah zaman dahulu kala pada masa pendudukan Belanda di Indonesia, ada seorang janda miskin yang tinggal berdua dengan anak semata wayangnya. Sang Ibu bernama Meyna dan si anak bernama Bunseng bermukim di Tangerang, tepatnya di sekitat Sungai Cisadane. Sejak suaminya meninggal beberapa tahun lalu, Meyna bekerja keras sebagai pembuat roti di toko salah seorang saudagar keturunan Cina.
Toko roti tersebut selalu ramai pembeli karena produknya disukai orang-orang Belanda. Produk yang jadi primadona adalah roti berukuran besar dengan isian daging cincang bercita rasa manis, sebutannya roti baso. Tekstur roti yang empuk dan dipanggang hingga matang sempurna berpadu dengan kelembutan daging babi yang dimasak dengan rempah-rempah. Sungguh cita rasa yang sempurna.
Bunseng yang sesekali bermain di sekitar toko roti tempat ibunya bekerja sering menatap roti baso dari luar toko. Ia takjub dan merasa tergiur ingin mencicipi roti yang tampak sangat lezat itu. Sayangnya, kesempatan menikmati roti baso tak pernah datang kepadanya. Harga roti itu sangat mahal. Tuan pemilik toko pun tak pernah satu kali pun memberikan roti baso untuk dibawa pulang ibunya.