Pernah
dengar tentang filosofi kopi dan gula?
Kalau
belum pernah, silakan simak dulu video berikut ini:
Masakan
yang telanjur keasinan tentu tidak enak dan tidak layak makan. Orang yang
memasak pun biasanya spontan mengeluh, “Duh, keasinan deh. Garamnya kebanyakan
sih.”
Sebenarnya
siapa yang salah?
Garam
atau orang yang menambahkan banyak garam ke dalam masakannya?
Tragedi Gula dan Garam
Sedikit
gula dan garam bersifat sebagai pemberi rasa. Cita rasa makanan dan minuman
jadi sempurna karena penambahan kedua zat tersebut. Sayangnya, kebaikan gula
dan garam memang nyaris tak diingat oleh siapa-siapa. Lenyap tak berbekas,
seperti sesendok gula atau garam yang larut dalam segelas air hangat. Namun,
beda ceritanya jika rasa garam atau gula mulai nyelekit, mulai terasa
berlebihan. Rasa yang berlebihan itu akan membuat kita mengeluh. Terus-menerus
membuat kita jengkel sampai selera makan pun hilang.
Karena Kita Sering Lupa
Kenyataannya,
kita memang sering lupa kalau gula dan garam harus melewati proses panjang
sebelum sampai ke tangan kita. Gula dan garam punya latar belakangnya sendiri,
punya ceritanya sendiri. Cerita panjang yang kerap kali terabaikan. Karena
orang hanya peduli tentang gula dan garam sebagai perasa makanan dan minuman.
Sekadar pelengkap yang harganya murah dan bisa dibeli di mana saja.
Kita
juga lupa kalau setiap larutan memiliki titik jenuh. Segelas air hangat yang
terus-menerus digunakan untuk melarutkan gula atau garam akan mencapai titik
jenuh. Hingga akhirnya gula dan garam tak bisa lagi melebur dengan sempurna dalam
larutan tersebut. Gula dan garam akan mengendap di dasar gelas. Diiringi oleh
keluhan yang berbunyi, “kok gula dan garamnya jadi susah larut gini sih.”
Terkadang
menjadi gula dan garam itu memang serba salah dan melelahkan. Karena acap kali
tak dianggap, disepelekan, atau malah disalahkan. Gula dan garam yang telanjur
berserakan di lantai akan segera disapu dan dibuang ke tempat sampah. Tak ada
kompromi lagi untuk menempatkan kembali yang sudah tercemar ke tempat bersih. Semoga
orang-orang yang kita sayangi tidak menganggap kehadiran kita seremeh gula dan
garam di dapur.
Semoga
“kemanisan” atau “keasinan” itu masih bisa dimaklumi.
Semoga
masih ada sedikit cinta yang bisa kita terima.
Semoga
Tuhan senantiasa menyukai kita.
Keren, Gula dan Garam menjadi nikmat kalo jumlah pemakaiannya pas
ReplyDelete